04 Mei 2010

Apa Rahasia Sukses Menerbitkan Buku?

Inilah syarat yang harus Anda perhatikan agar naskah Anda diterima oleh penerbit.

1. Naskah layak terbit

Syarat utama, naskah Anda memang harus layak terbit. Naskah tersebut sudah lengkap dan dikemas dengan rapi. Manjakanlah penerbit dengan menawarkan naskah yang sudah matang. Ibarat makanan, mereka hanya tinggal menyantapnya, tidak perlu mengolah lagi bahan-bahan yang masih setengah matang.

2. Kompetensi dan kapasitas penulis

Selain memeriksa kelayakan naskah, penerbit juga akan mencari tahu siapa pengarangnya. Apakah dia cukup kompeten untuk menulis topik tersebut? Apakah kapasitasnya sudah mencukupi? Hal ini berkaitan dengan kredibilitas pengarang. Semakin tinggi kredibilitasnya, makin besar potensi untuk diterbitkan. Jika Anda seorang pedagang, sebaiknya tidak menulis tentang pendidikan. Tapi jika Anda memang punya kapasitas yang mencukupi untuk menulis tentang ini, namun Anda harus mengeluarkan upaya ekstra untuk meyakinkan penerbit bahwa Anda memang kompeten di bidang tersebut. Sebagai permulaan, sebaiknya Anda menulis pada bidang yang menjadi kompetensi sehari-hari.

Penerbit buku sangat mempedulikan kredibilitas pengarang karena akan menjadi modal penting untuk kepentingan promosi. Ada kemungkinan, pengarang akan dilibatkan secara aktif dalam berbagai aksi promosi. Misalnya, menjadi pembicara seminar, narasumber talkshow, bintang iklan, dsb. Jika pengarang tidak memiliki kapasitas yang memadai, maka penampilannya justru akan memalukan.

3. Memilih penerbit

Jangan sembarang dalam menawarkan naskah. Pilihlah penerbit yang tepat. Kata “tepat” di sini punya dua makna:

Pertama, naskah Anda memang sesuai dengan tema-tema yang disukai oleh penerbit tersebut. Menawarkan naskah tentang Psikologi murni pada penerbit buku pertanian adalah kesia-siaan. Bahkan, sekali pun tema buku sudah sangat cocok, tapi jika gaya penulisan tidak pas, maka ada kemungkinan akan ditolak. Yang lebih rumit lagi adalah penerbit buku rohani. Sekalipun sama-sama bertema tentang kerohanian, jika sudut pandang tulisan Anda berbeda dengan “aliran” yang dilayani oleh penerbit buku rohani tersebut, maka jangan pernah berharap buku tersebut akan diterima.

Kedua, kata “tepat” juga menyangkut integritas penerbit. Ada penerbit yang “nakal” dan “acak-acakan”. Jika naskah Anda jatuh ke tangan penerbit nakal, ada kemungkinan naskah Anda diterbitkan diam-diam, dengan perubahan seperlunya, tanpa persetujuan Anda. Ini artinya Anda tidak akan mendapatkan royalti, sebagai imbalan atas jerih payah Anda. Jika buku Anda diterbitkan oleh penerbit yang “acak-acakan”, maka Anda masih menerima pembayaran royalti, tapi penghitungan royalti didasarkan atas catatan penjualan yang acak pula. Bahkan, ada juga yang baru memberikan laporan penjualan setelah ditagih oleh pengarang. Jika tidak ditagih, maka mereka akan diam dengan wajah manis.

4. Membangun jejaring

Pada saat sekarang, pengarang yang menyepi di lereng gunung, tanpa interaksi dengan manusia lain, adalah pengarang yang ketinggalan zaman. Pada era yang mengglobal, penulis harus berjejaring. Meski tinggal di pelosok kampung, namun dia masih dapat bersosialisasi berkat adanya koneksi internet. Namun itu tidak cukup. Penulis sebaiknya juga bergaul dan menghadiri pertemuan-pertemuan di komunitasnya. Jalinlah perkawanan dengan personel dari pihak penerbit, meskipun Anda belum punya naskah yang akan Anda tawarkan pada mereka. Dari pergaulan seperti ini akan muncul peluang-peluang di bidang penulisan.

Semua paparan di atas adalah model penerbitan buku secara konvensional. Jika usaha tersebut sudah ditempuh dan Anda gagal, janganlah khawatir. Itu bukan berarti hari kiamat bagi Anda. Masih ada jurus lain yang bisa digunakan. Alternatif apa yang Anda lakukan?

1. Kerjasama Penerbitan

Jika naskah Anda ditolak oleh penerbit, ada beberapa kemungkinan penyebab.
a. Naskah Anda memang jelek.
b. Naskah Anda tidak sesuai dengan visi, misi, dan kompetensi penerbit.
c. Naskah Anda layak terbit, tapi kuota untuk menerbitkan buku sudah habis. Ini terutama berlaku pada penerbit dengan modal yang cekak.

Jika naskah Anda masuk ke dalam kategori “c” maka Anda dapat menawarkan kerjasama penerbitan kepada penerbit tersebut. Ada beberapa macam model kerjasama yang Anda lakukan.

a. Bersama-sama menanggung ongkos produksi

Dalam hal ini Anda menyetor uang dengan persentase tertentu sebagai modal penerbitan. Itu artinya, Anda juga harus siap menanggung risiko rugi jika buku tersebut tidak laku. Namun, jika buku tersebut laris-manis, maka Anda akan mendapat bagian keuntungan atau profit, di luar pembayaran royalti.

b. Anda bersedia membeli buku dalam jumlah besar

Jika Anda punya pangsa pasar yang potensial, maka metode ini dapat Anda pilih. Contohnya, Anda adalah seorang dosen dan memutuskan untuk memakai buku tersebut sebagai referensi matakuliah yang Anda ampu. Anda dapat memperkirakan, setidaknya ada 100 buku yang terjual untuk setiap semester. Jika Anda berjanji akan membeli separo dari tiras buku Anda, maka penerbit pasti akan menerbitkannya. Sebagai informasi, Anda berhak mendapatkan diskon 30-40 persen dari harga jual buku tersebut.

c. Anda membiayai seluruh biaya produksi

Dalam model kerjasama ini, Anda menanggung semua biaya dikeluarkan mulai dari penyuntingan, pra-cetak, cetak, hingga finishing. Penerbit hanya melayani jasa cetak dan distribusi buku tersebut.

Kelemahan model ini adalah Anda harus menyediakan modal yang cukup besar dan menanggung kerugian jika buku tidak laku. kelebihannya, buku Anda pasti akan terbit dan jika laris maka Anda dapat menikmati keuntungan yang besar.

2. Print on Demand

Pada model sebelumnya, Anda masih tergantung pada kemauan penerbit. Jika Anda ingin memegang kendali penuh, maka Anda dapat menempuh cara terbaru, yaitu print on demand. Selama ini kebanyakan penerbit menggunakan teknologi cetak offset. Untuk mencetak dalam jumlah banyak, teknologi ini memang sangat efesien dan berkualitas bagus. Namun untuk itu dibutuhkan modal yang besar. Ada jumlah minimal buku yang harus dicetak supaya biaya yang dikeluarkan menjadi optimal. Jika tiras yang dicetak semakin jauh dari jumlah minimal ini, maka ongkos per unit menjadi semakin mahal.

Selain soal hitung-hitungan ekonomis tadi, ada persoalan tentang daya serap pasar. Sebaiknya buku yang telah dicetak harus segera terjual. Jika penjualannya seret, maka buku akan menumpuk di gudang. Tentu saja ini mengandung risiko buku menjadi rusak. Selain itu cash flow perusahaan juga akan terganggu.

Jika modal Anda mepet atau daya serap buku Anda masih rendah, maka Anda dapat menggunakan metode print on demand. Dengan teknologi print digital, maka Anda dapat mencetak buku sebanyak Anda inginkan. Bahkan, mencetak satu eksemplar pun akan dilayani. Dengan metode ini, maka Anda dapat mencetak buku sesuai dengan modal dan daya serap buku tersebut. Jika buku habis terjual, Anda dapat mencetaknya ulang.

3. E-book

Metode yang terakhir ini hampir tidak memerlukan modal sama sekali. Yang Anda butuhkan hanyalah komputer dan sambungan internet. Caranya, Anda mengubah naskah Anda dalam format e-book [electronic book]. Misalnya, dalam format PDF. Kemudian mengunggahnya di internet. Dengan begitu, orang lain dapat mengakses karya Anda. Dia bisa mengunduh atau membacanya secara on line.

Lalu darimana Anda memperoleh penghasilan? Ada dua cara untuk memerolehnya.
Pertama, dengan cara berbayar. Setiap orang yang mengakses karya Anda harus membayar lebih dulu. Kedua, dengan memasang iklan. Anda mendapatkan pemasukkan dari iklan yang dipasang pada situs Anda. Semakin banyak pengunjung ke situs Anda, maka makin banyak pengiklan yang bersedia memasang iklan. Anda juga dapat menggunakan fasilitas adsense milik Google. Ketiga, memasang iklan dalam buku Anda.

Bagaimanapun juga, menerbitkan buku secara konvensional masih lebih bergengsi daripada metode alternatif. Nah, jika Anda masih ingin menggunakan metode ini, maka masih ada satu jurus yang tersisa, yaitu menulis buku bersama atau model keroyokan. Dalam model ini, beberapa orang mengumpulkan karya tulisan dengan tema tertentu kemudian dikompilasi menjadi sebuah buku. Tentunya, Anda bisa sebagai pemrakarsa dan sekaligus koordinatornya.

Ayo, terus berkarya dan berkreasi demi kemajuan anak bangsa.

Menemukan Makna Belajar

Oleh Muhammad Noer

Setiap orang belajar. Anak-anak, mahasiswa, bahkan orang tua tak terkecuali. Setiap manusia belajar dengan caranya sendiri. Ada yang belajar dengan cara menghadiri

perkuliahan, ada yang banyak membaca buku apa saja, serta ada yang belajar dari cerita dan pengalaman hidup orang. Belajar merupakan tradisi umat manusia.

Sebagai seorang mahasiswa, apa yang terbayang di benak Anda ketika mendengar kata belajar? Mungkin jawabannya bisa berbeda-beda. Tergantung cara pandang kita terhadap belajar itu sendiri. Sebagian membayangkan duduk dan mendengarkan ucapan dosen sambil mengantuk. Tugas-tugas yang bertumpuk. Ancaman mendapat nilai rendah atau malah di-DO.

Setidaknya ada beberapa hal yang disepakati. Pertama belajar bukanlah pekerjaan yang meyenangkan. Kedua belajar Anda lakukan seringkali karena terpaksa. Apakah terpaksa lulus, atau terpaksa supaya dapat ijazah. Belajar menjadi kehilangan maknanya.

Boleh saja Anda membantah pemyataan di atas. Tapi saya akan membuktikan bahwa Anda tidak lebih baik dan seorang bayi yang juga belajar seperti Anda.

Pernahkah Anda memperhatikan seorang bayi belajar berjalan? Dengan keberanian yang dimilikinya, ia melangkahkan kaki selangkah demi selangkah. Namun apa hendak dikata bayi tersebut jatuh tersungkur. Tapi, ia pantang menyerah. Tersungkur satu kali, dua kali, bahkan puluhan kali tidak membuatnya jera untuk terus melangkah dan melangkah. Akhirnya, dalam waktu yang relatif singkat sang bayi sudah dapat berjalan sendiri.

Bagaimanakah bayi tersebut bisa belajar berjalan dengan sukses? Pertanyaan ini cukup menarik untuk dijawab. Seorang bayi tidak pernah diinstruksikan oleh orang tuanya atau siapa saja untuk belajar berdiri tegak, menjaga keseimbangan, atau menyuruhnya berjalan pelan-pelan supaya tidak jatuh. Tidak, sekali-kali tidak. Bayi tidak pernah diberi bimbingan macam-macam. Padahal berjalan adalah suatu kegiatan kompleks yang merupakan gabungan dari koordinasi gerak tubuh, keseimbangan dan kestabilan. Bayi itu temyata berhasil melakukan tugas sulit tersebut tanpa mendapatkan petunjuk teknis yang dibutuhkan.

Sedikitnya ada dua hal yang membuat sang bayi berhasil. Pertama, ia tidak pemah mengenal konsep kegagalan. Ia hanya tahu untuk mencoba dan mencoba belajar dari pengalamannya sendiri. Ia tidak mau tersungkur untuk selama-lamanya. Kedua, sang bayi selalu mendapat dukungan positif. Ketika ia jatuh orangtuanya berkata, “Ayo nak berdiri lagi. Mama akan membantumu.” Dan ketika ia berhasil, semua orang bergembira dan memberi selamat atas keberhasilannya.

Sekarang mari kita bandingkan dengan apa yang terjadi dengan diri Anda sekarang. Ketika dosen mulai menerangkan pelajaran, mungkin Anda sudah berpikir kapan pelajaran akan usai. Ketika tugas diberikan, Anda mungkin dongkol dengan dosen yang dianggap kelewatan dalam memberi tugas. Dan saat menjelang ujian, jika Anda termasuk golongan mahasiswa kebanyakan, Anda akan mulai sibuk mencari fotokopi catatan di sana-sini, pinjam buku di perpustakaan, dan mulai menyiapkan kopi buat begadang. Dan ketika ujian berlangsung, Anda merasakan tekanan yang luar biasa. Belajar menjadi sebuah beban yang terpaksa Anda lakukan. Anda belajar karena hal itu sebuah tradisi. Anda belajar karena ingin lulus, bukan karena Anda memang mencintai belajar. Cara dan gaya Anda belajar tidak lebih baik dari apa yang bisa dilakukan oleh seorang bayi. Semakin meningkatnya umur bukannya memberikan Anda cara dan gaya belajar yang lebih kreatif. Hari demi hari, Anda terjebak dalam rutinitas belajar yang membosankan.

Setelah lulus apa yang terjadi? Ternyata pasar tenaga kerja sering kesal dengan para fresh graduate ini. Para lulusan dianggap tidak memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang cukup untuk menghadapi dunia nyata yang harus dihadapinya. Anda harus ditraining kembali untuk bekerja. Padahal Anda telah belajar bertahun-tahun. Enam tahun untuk SD, tiga tahun untuk SMP, tiga tahun untuk SMA dan sekitar empat sampai enam tahun di perguruan tinggi.

Tapi itulah yang terjadi. Hasil belajar Anda tidak dihargai. Anda hanya dihargai dari selembar ijazah sebagai prasyarat untuk melamar kerja. Selebihnya, Anda harus bersaing lagi, Anda harus dites lagi dan akhirnya, Anda malah di-training kembali.

Temyata, ada yang salah dalam proses pendidikan kita sekarang. Seorang sarjana teknik jadi pengusaha. Lulusan ekonomi jadi wartawan. Tamatan ilmu komputer bekerja di bank. Memang hal itu sah-sah saja, tapi rasanya ilmu yang didapatkan menjadi kurang berguna.

Kita perlu mengubah semua kejadian tadi. Kita perlu belajar kembali tentang bagaimana caranya belajar. Belajar harus menjadi hal yang menyenangkan. Anda belajar bukan kerena terpaksa tetapi karena belajar memang menyenangkan dan Anda mencintainya.

Bobbi de Porter memberikan pemecahan alternatif dengan metode Quantum Learning. Nama Quantum sendiri menunjukkan adanya lompatan besar terhadap cara pandang kita selama ini tentang belajar. Dengan berbagai keterampilan teknis seperti membaca cepat, teknik mencatat, bagaimana berpikir logis dan kreatif, serta menghilangkan mitos “Aku tidak bisa”. Perubahan paradigma ini diharapkan dapat memberikan hasil nyata terhadap kesuksesan Anda.

Belajar seperti ini, mengharuskan Anda untuk memotivasi diri sendiri. Anda harus tahu manfaat apa yang bakal diperoleh dari ilmu yang Anda pelajari. Bagaimana mungkin Anda termotivasi jika Anda tidak tahu manfaat pekerjaan yang Anda lakukan? Anda tidak mungkin mengharapkan pujian orangtua, mendapat dukungan dari teman-teman, atau harapan positif lainnya. Anda harus secara aktif menciptakan lingkungan belajar yang nyaman dan menyenangkan bagi diri Anda. Ketika semua orang tak lagi memotivasi, Anda harus mencari lingkungan baru yang dapat memotivasi Anda. Jika hal itu pun tak dapat dilakukan, setidaknya Anda masih punya diri sendiri untuk memberi semangat.

Jika kita melihat sejarah ke belakang, kita akan temui banyak sekali orang yang belajar dengan benar. Anda pasti kenal Aristoteles, seorang ahli hikmah dari Yunani. Anda juga perlu merujuk pada ilmuwan muslim masa lalu. Al-Farabi yang ahli fisika, Ibnu Sina yang ahli kedokteran, atau Jabir bin Hayyan yang ahli kimia serta banyak lagi lainnya. Mereka adalah para ahli multi disiplin ilmu. Mereka sekaligus spesialis tak tertandingi di bidangnya. Satu hal yang seringkali kita lupa bahwa kita pun merniliki potensi yang sama dengan mereka. Hanya saja, mereka memanfaatkan potensi tersebut sedangkan kita mengabaikannya.

Apa yang membedakan mereka dari kita? Tampaknya hanya satu hal yakni paradigma atau cara pandang mereka terhadap proses belajar itu sendiri. Mereka belajar dengan cara menemukan lebih dahulu apa manfaat dan bidang-bidang yang mereka kuasai. Mereka tidak ingin sekedar prestise yang diperoleh dari selembar ijazah tapi ingin penguasaan yang menyeluruh. Dengan demikian, mereka belajar dengan penuh rasa ingin tahu. Mereka akan terus menggali ilmu dengan kesungguhan sampai maut memisahkan.

Agama menyuruh umatnya untuk giat menuntut Ilmu. Al-Qur’an mengatakan bahwa Allah SWT meninggikan derajat orang yang berilmu lebih tinggi dibandingkan orang yang tidak berilmu. Nabi mengajarkan untuk menuntut ilmu sampai ke negeri Cina sekalipun. Ilmu laksana hikmah yang harus terus dicari, digali, dieksplorasi dan akhimya diambil dan dimanfaatkan demi kebaikan. Betapa banyak ayat-ayat Al-Qn’an yang menyuruh kita menggunakan akal untuk berpikir, menggunakan hati untuk merenung, serta memanfaatkan potensi diri sebesar-besarnya.

Sebagai seorang calon intelektual kegiatan belajar merupakan makanan sehari-hari bagi Anda. Akan tetapi, sudahkah Anda memiliki motivasi yang tepat, niat yang benar serta mampu melihat manfaat dari setiap bidang yang Anda pelajari? Wallahu a’lam.

Insya Allah, dengan mengubah cara pandang tentang belajar maka belajar Anda akan menjadi sesuatu yang menyenangkan. Anda tidak akan pernah lagi merasakan belajar sebagai sebuah beban melainkan melihatnya sebagai sebuah tantangan. Anda akan memasuki wilayah eksplorasi ilmu yang tiada habis-habisnya. Anda akan merasakan indahnya ilmu Allah SWT yang saling terkait satu sama lain. Anda akan terus-menerus menemukan manfaat dan minat-minat baru dalam belajar. Anda tidak akan pernah puas mereguk lautan ilmu. Semakin banyakAnda mereguknya, Anda hanya akan semakin haus. Dan akhirnya Anda akan menjadi seorang pelajar Quantum. Seorang yang belajar kapan saja, di mana saja, dari siapa saja dan dengan cara apa saja. Anda bisa belajar di ruang kelas, di kamar pribadi, di bus, atau di jalanan. Anda dapat memperoleh ilmu dari dosen, teman, tukang ojek, atau bahkan anak-anak. Andajuga dapat belajar dengan cara membaca buku, berdialog dengan orang lain, belajar dari pengalaman pribadi dan pengalaman orang lain, atau belajar dan alam semesta dengan melihat tanda-tanda kebesaran-Nya. Belajar Anda tidak lagi mengenal batasan tempat dan waktu.

Di-up load dari: muhammadnoer.com